Pahami Dasar Hukum Perdata: Sumber dan Asas yang Digunakan
Hukum perdata merupakan sistem hukum yang mengatur perselisihan dan hubungan pribadi antara individu atau badan hukum di Indonesia. Dasar hukum perdata Indonesia mencakup beragam sumber.

Penasihathukum.com - Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur tentang perselisihan. Hukum ini adalah salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti apa dasar hukum perdata?
Hadirnya hukum perdata bertujuan untuk mengatur hubungan individu atau badan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan pribadi. Dasar hukum perdata mengatur hubungan antara warga dalam kehidupan sehari-hari.
Hukum perdata mencakup adalah masalah terkait warisan, utang piutang, wanprestasi, sengketa kepemilikan barang, pelanggaran hak paten, perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, dan perceraian. Berikut ini, Penasihathuum.com membahas tentang dasar hukum perdata, seperti sumber dan asas yang digunakan.
Sumber Hukum Perdata Indonesia
Dalam buku Pengantar Hukum Perdata Indonesia oleh Usman Munir, disebutkan bahwa sumber-sumber hukum perdata tertulis di Indonesia mencakup beberapa dokumen penting.
Pertama, terdapat Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang menjadi landasan hukum penting. Selanjutnya, terdapat Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas concordantie.
Dokumen lain yang menjadi sumber hukum perdata adalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK). Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria turut memberikan landasan hukum yang penting, yang mencabut berlakunya Buku II KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek.
Undang-undang Agraria secara umum mengatur mengenai hukum pertanahan yang berlandaskan hukum adat. Terdapat pula Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda berhubungan dengan tanah, serta Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan.
Terakhir, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mengatur hukum perkawinan, hukum kewarisan, dan hukum perwakafan, dengan ketentuan yang berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam.
Asas-asas dalam Hukum Perdata
Hukum Perdata di Indonesia secara garis besar diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPDT) atau yang lebih dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW).
BW terdiri dari empat bagian, yakni Buku I yang memuat hukum tentang orang, Buku II yang memuat hukum tentang benda, Buku III yang memuat hukum tentang perikatan, dan Buku IV yang memuat hukum tentang pembuktian dan daluwarsa.
Dalam ranah hukum perdata Indonesia, terdapat beberapa asas yang lazim digunakan. Pertama, asas yang melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Pasal 1-3 BW.
Kedua, asas bahwa setiap orang harus memiliki nama dan tempat kediaman hukum (domicile), yang diatur dalam Pasal 5a dan pasal-pasal berikutnya dalam BW.
Ketiga, terdapat asas perlindungan kepada orang-orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsonbekwaam), sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 BW.
Selanjutnya, terdapat asas yang membagi hak manusia ke dalam hak kebendaan dan hak perorangan, serta asas bahwa hak milik adalah fungsi sosial, sehingga seseorang tidak dibenarkan untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau masyarakat (lihat Pasal 1365 BW).
Selain itu, prinsip pacta sunt servanda juga ditegaskan, yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik (lihat Pasal 1338 BW).
Dan terakhir, terdapat asas kebebasan dalam membuat perjanjian dan persetujuan, yang sering dikenal dengan asas kebebasan berkontrak, di mana setiap orang memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian dalam bentuk dan isinya, asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan, tertib hukum, dan undang-undang yang berlaku.